Event Terbaru

FGD Pemetaan dan Penilaian Kompetensi Aparatur Sipil Negara

  • 2021-09-02
  • Jakarta

Jakarta- Dalam rangka mewujudkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berintegritas dan profesional, Direktorat Aparatur Negara Kementerian PPN/Bappenas mengadakan Focus Group Discussion Pemetaan dan Penilaian Kompetensi Aparatur Sipil Negara Rabu, 1 September 2021 dengan mengundang narasumber dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Perwakilan dari World Bank.

Berdasarkan Permen PANRB Nomor 38 Tahun 2017 disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan manajemen ASN berbasis sistem merit, setiap instansi pemerintah harus menyusun Standar Kompetensi ASN, yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan diantaranya untuk pengembangan kompetensi, promosi dan/atau mutasi, uji kompetensi, dan kelompok rencana suksesi (talent pool) ASN. Standar Kompetensi ASN didasarkan pada kamus kompetensi teknis, kamus kompetensi manajerial, dan kamus kompetensi social kultural.

“Diperlukan evaluasi pelaksanaan pemetaan dan penilaian kompetensi ASN dari update hasil pemetaan yang telah dilakukan serta bagaimana upaya percepatan dan strategi kedepan untuk dapat meningkatkan kompetensi ASN  dalam menjawab tantangan global.” ujar Prahesti Pandanwangi, Direktur Aparatur Negara Bappenas membuka diskusi.

Berdasarkan riset Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) Report terakhir, kerangka kompetensi yang dibutuhkan seorang civil service  diantaranya Competencies for Developing Policy, Competencies for Citizen Engagement and Service Delivery, Competencies for Commissioning and Contracting Services, dan Competencies for Managing in and Through Networks.  

“Kompetensi membangun policy merupakan satu hal mendasar dan krusial yang harus dimiliki oleh tiap ASN. Dimulai dari memformulasi masalah berbasis evidence (data), melibatkan stakeholders, mendesain solusi, dan influencing the policy agenda untuk memastikan kebijakan berjalan baik.” ujar Senior Public Sector Management Specialist, The World Bank, Erwin Ariadharma.

Selanjutnya, Kepala Pusat Penilaian Kompetensi ASN Badan Kepegawaian Negara Wakiran menyatakan bahwa berdasarkan UU ASN No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, BKN memiliki tugas untuk membina dan menyelenggarakan penilaian kompetensi serta mengevaluasi pelaksanaan penilaian kinerja Pegawai ASN oleh Instansi Pemerintah.

Berdasarkan data BKN per Desember 2020, jumlah PNS di Indonesia lebih dari 4,1 juta dengan komposisi jabatan struktural (11%), jabatan fungsional (50%), dan jabatan pelaksana (39%). Sedangkan, menurut data pelaksanaan penilaian kompetensi melalui Talent Pool dan PNBP periode 2015-2021 yang diperoleh dari Assesment Center BKN menyebutkan bahwa sekitar 14.443 PNS yang telah dilakukan penilaian kompetensi.

“Melihat kondisi tersebut, dibutuhkan strategi khusus untuk menilai kompetensi PNS yang jumlahnya cukup besar. Meskipun, sebagian K/L telah melakukan asesmen mandiri, namun sayangnya masih belum terintegrasi dengan data BKN sehingga belum terdapat gambaran yang faktual secara keseluruhan.”tuturnya menambahkan. 

Sementara menurut Istyadi Insani, untuk melakukan uji kompetensi ASN memerlukan instrumen yang terdiri dari Kriteria Unjuk Kerja (KUK), Indikator Penilaian, dan Item Pertanyaan. Hal ini berdasarkan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) ASN.

KemenPAN RB menyediakan pedoman penyusunan instrumen uji kompetensi. Sedangkan substansi dari uji kompetensinya sesuai dengan kamus kompetensi di instansi pembina teknis masing-masing.

“Catatan pentingnya adalah uji kompetensi berdasarkan SKJ, harus ada SKJ-nya dulu yang telah diberikan penetapan oleh Menteri PAN RB. Uji kompetensi dapat dilakukan apabila instrumennya tersusun (KUK, indikator penilaian, dan item pertanyaan),” ujar Istyadi yang menjabat Asisten Deputi Standarisasi Jabatan dan Kompetensi SDM Aparatur KemenPAN RB.

 “Apabila belum tersusun, maka sementara dapat dilakukan uji kompetensi dengan menggunakan kesesuaian indikator perilaku atau kompetensi antara SKJ dengan pegawai yang bersangkutan” tambahnya.

Saat ini KemenPAN RB juga tengah menyusun RPermenPAN RB tentang Instrumen Uji Kompetensi sebagai pedoman nasional dalam menyusun uji kompetensi secara umum sebagai amanat dari Pasal 99 ayat (7) PP 11/2017 dan rencananya pada tahun 2022 akan dilakukan evaluasi terhadap Permen PAN RB No.38 Tahun 2017.

Read more

Evaluasi RPJPN 2005-2025 Bidang Aparatur Negara: Reformasi Birokrasi

  • 2021-09-08
  • Jakarta

Jakarta- Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi sebagai input kebijakan prioritas dalam dokumen perencanaan ke depan, Direktorat Aparatur Negara Kementerian PPN/Bappenas mengadakan Focus Group Discussion Evaluasi RPJPN 2005-2025 Bidang Aparatur Negara: Reformasi Birokrasi pada Selasa, 7 September 2021 dengan mengundang narasumber dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) dan akademisi dari Co-Founder & Advisor Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG).

Sebagai pembuka, Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan,  dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Ir. Slamet Soedarsono, MPP, QIA, CRMP, CGAP menyampaikan bahwa sebagaimana amanat dalam UU No.17 Tahun 2017 tentang RPJPN, diperlukan evaluasi pelaksanaan RPJPN yang dilakukan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L). Dalam hal ini, Menteri PPN/Kepala Bappenas menghimpun serta menganalisis hasil pemantauan  pelaksanaan RPJPN dari masing-masing pimpinan K/L.

“Sambil menunggu hasil evaluasi dari masing-masing pimpinan K/L, kami berharap dalam diskusi ini mendapat masukan terkait indikator kunci Reformasi Birokrasi, efektivitas kebijakan Reformasi Birokrasi, serta dampak dan manfaat terkait kebijakan Reformasi Birokrasi terhadap masyarakat luas.”

Sebagaimana diketahui, saat ini Reformasi Birokrasi telah masuk pada periode ketiga atau tahap terakhir dari Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional 2010-2025. Pada tahap akhir ini, Reformasi Birokrasi diharapkan mampu menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class bureaucracy) yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola yang semakin efektif dan efisien.

Dalam pemaparannya, Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PAN-RB, Prof.Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si menyampaikan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi memberikan dampak yang baik, diantaranya membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah dan meningkatkan kualitas reformasi birokrasi nasional (RBN) melalui restrukturisasi kelembagaan birokrasi, penerapan manajemen ASN serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

Namun, dalam pelaksanaannya, permasalahan utama yang dihadapi antara lain: (1) penggunaan anggaran yang tidak efisien, (2) e-government masih belum terintegrasi, (3)  pengawasan internal masih belum efektif, (4) implementasi dan distribusi pelayanan publik yang belum baik, (5) peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, (6) akuntabilitas kinerja masih belum baik, (7) ketidaksinkronan antara kualitas SDM dengan jumlah SDM, dan (8) korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

“Oleh karena itu, dibutuhkan strategi percepatan pelaksanaan Reformasi Birokrasi Tahun 2021 diantaranya penajaman Roadmap RB Nasional (RB Tematik), meningkatkan kolaborasi dalam mengawal pemerintahan pusat dan daerah, melakukan evaluasi bersama pelaksanaan RB, meningkatkan efektivitas asistensi tim RB dan memberikan reward bagi K/L/PD yang memiliki indeks RB tinggi.” ujarnya menambahkan.

Hal senada disampaikan Co-Founder & Advisor Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), Yanuar Nugroho, Ph.D.  Menurutnya, reformasi birokrasi seharusnya berkontribusi pada proses pembuatan kebijakan dimana berpengaruh pada policy, politics dan menyediakan polity. Keberhasilan reformasi birokrasi dapat diukur melalui indikator kunci sebagai berikut: (1) absennya koordinasi dan pendekatan “silo”, (2) kurangnya disiplin dalam implementasi perencanaan, dan (3) tawar-menawar politis karena tiadanya data.

“Reformasi Birokrasi harus memberikan dampak dan manfaat kepada masyarakat. Hal yang perlu dilakukan yaitu dengan meningkatkan kapasitas dan kemampuan pemerintah (state capacity) serta memberikan kredibilitas, motivasi, dan mempertebal kepercayaan publik (public trust) kepada pemerintah. Kata kunci public trust ini yang harus senantiasa dijaga dari waktu kewaktu.”ujar pria yang pernah menjabat sebagai Deputi II Kepala Staf Kepresidenan  Kantor Staf Presiden (KSP) pada Kabinet Kerja 2015-2019.

Sebagai penutup, Direktur Aparatur Negara Bappenas, Prahesti Pandanwangi menyampaikan bahwa diharapkan ada perbaikan terhadap key activities dalam proses Reformasi Birokrasi ke depan yang sifatnya tidak hanya sekedar administratif. Pelaksanaan quick wins juga diperlukan sebagai salah satu langkah perbaikan yang sistematik dan perlu fokus untuk mendorong seluruh Instansi Pemerintah dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi dengan sasaran perbaikan pelayanan publik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

 

Read more

Bilateral Meeting Pendalaman Penyusunan Indeks Pelayanan Publik (IPP)

  • 2021-09-10
  • Jakarta

Jakarta- Terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas atau prima merupakan salah satu ciri tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Instansi pemerintah memiliki tugas mendasar untuk memberikan pelayanan prima (excellent service) dan harus memastikan bahwa layanan yang diberikan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. 

 

Dalam rangka menjaga pelayanan publik yang berkualitas dan transparan serta memenuhi harapan masyarakat, diperlukan penilaian terhadap instansi pemerintah pusat (kementerian dan lembaga) serta  pemerintah daerah yang selama ini telah dilakukan oleh Kemen PAN RB.  Kementerian PAN-RB melaksanakan penilaian dalam bentuk Evaluasi Unit Pelayanan Publik (EUPP) sesuai Permenpan RB Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Penyelenggara Pelayanan Publik yang menghasilkan Indeks Pelayanan Publik (IPP).

 

Indeks Pelayanan Publik (IPP) menjadi salah satu indikator prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2022. Sehubungan dengan itu, pada Kamis, 9 September 2021, Direktorat Aparatur Negara Kementerian PPN/Bappenas mengadakan Diskusi Pendalaman Penyusunan Indeks Pelayanan Publik dengan mengundang narasumber  Sekretaris Deputi Bidang Pelayanan Publik Kemen PAN-RB, Bapak Akik Dwi Suharto Rudolfus, Ak. untuk mempertajam metode yang dilakukan dalam penyusunan IPP serta dampaknya terhadap kualitas pelayanan publik di Indonesia. 

Indeks Pelayanan Publik

Berdasarkan PermenPAN RB No.17 Tahun 2017,  Indeks Pelayanan Publik atau IPP adalah indeks yang digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan publik di lingkungan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah di Indonesia berdasarkan Aspek Kebijakan Pelayanan, Aspek Profesionalisme SDM, Aspek Sarana Prasarana, Aspek Sistem Informasi Pelayanan Publik, Aspek Konsultasi dan Pengaduan serta Aspek Inovasi. 

Penyusunan indikator IPP dihasilkan melalui persilangan antara 6 prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam pelayanan publik (keadilan, partisipasi, akuntabilitas, transparansi, berdaya guna, dan  aksesibilitas) dengan 6 aspek penilaian kinerja instansi terhadap pelayanan publik (kebijakan pelayanan, sarana prasarana, konsultasi dan pengaduan, profesionalisme SDM, sistem informasi pelayanan publik, dan inovasi pelayanan. 

Selanjutnya, pengolahan data dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yaitu penentuan bobot pada setiap indikator aspek penilaian dalam Evaluasi Kinerja Pelayanan Publik. Pembobotan dari hasil analisis dengan metode AHP dapat digunakan untuk menentukan bobot aspek dan indikator instrumen yang digunakan dalam evaluasi kinerja pelayanan publik dikarenakan telah memenuhi kriteria yaitu nilai Consistency Ratio (CR) dibawah 10% dan memiliki nilai konsensus lebih dari 65%.

Untuk penilaian kinerja unit penyelenggara pelayanan publik itu sendiri dilakukan melalui desk evaluation, pengisian kuesioner, observasi, dan wawancara. Pengisian kuesioner menggunakan 3 (tiga) jenis kuesioner yang akan divalidasi menggunakan teknik observasi dan wawancara, diantaranya:

1.    Formulir F-01 diisi oleh unit pelayanan publik, 

2.    Formulir F-02 diisi oleh evaluator, 

3.    Formulir F-03 diisi oleh pengguna layanan. 

Selanjutnya, penghitungan nilai indeks merupakan nilai komposit dari 3 formulir, dimana nilai per indikator merupakan nilai rerata formulir F01, F02, dan F03 dikali dengan bobot indikator. Setelah nilai indeks diperoleh, maka langkah berikutnya adalah melakukan analisis dan penyimpulan data yang diklasifikasikan dalam 9 (sembilan) kategori :

Range Nilai

Kategori

Makna

0 – 1,00

F

Gagal

1,01 – 1,50

E

Sangat Buruk

1,51 – 2,00

D

Buruk

2,01 – 2,50

C-

Cukup (Dengan Catatan)

2,51 – 3,00

C

Cukup

3,01 – 3,50

B-

Baik (Dengan Catatan)

3,51 – 4,00

B

Baik

4,01 – 4,50

A-

Sangat Baik

4,51 – 5,00

A

Pelayanan Prima

Nilai indeks tidak hanya bertujuan untuk memberikan hasil akhir nilai semata, tetapi juga dapat dijadikan dasar perbaikan pelayanan, dimana Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dapat melihat aspek mana yang sudah baik dan aspek mana yang masih membutuhkan perbaikan.

Kriteria Penentuan Lokus Atau Unit Pelayanan Publik (UPP) Yang Akan Dinilai Penentuan lokus penilaian difokuskan terlebih dahulu pada: 1) Layanan Administrasi Kependudukan, 2) Layanan Perijinan, dan 3) Layanan Kesehatan sebagai layanan dasar yang juga banyak diakses  oleh masyarakat. 

Evaluasi IPP

Metode penilaian evaluasi IPP dilakukan secara online melalui aplikasi sipp.menpan.go.id/webcontrol dengan mengisi tiga jenis formulir yaitu Formulir F01 (Unit Pelayanan Publik) terdiri dari 6 aspek dan 37 indikator; Formulir F02 (Evaluator) terdiri dari 6 Aspek dan 37 indikator; dan Formulir F03 (Pengguna Layanan) terdiri dari 5 aspek dan 22 indikator

Sepanjang periode penilaian 2017-2020, tren capaian Indeks Pelayanan Publik Nasional cenderung meningkat dengan nilai IPP tahun 2020 sebesar 3,84 yang dikategorikan baik. Hal serupa terjadi di Kementerian/Lembaga yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun demikian, capaian IPP di pemerintah daerah cukup fluktuatif sehingga diperlukan perhatian lebih pada penyelenggaraan pelayanan publik di tingkat daerah, yang dalam kesehariannya berhadapan dengan masyarakat. Hasil evaluasi IPP di Pemerintah Daerah sejauh ini masih berfokus pada pelayanan PTSP, RSUD, SAMSAT dan Dukcapil, sedangkan evaluasi IPP di Kementerian/Lembaga belum ada standarisasi lokus yang akan dievaluasi.

Strategi Pengembangan IPP Kedepan

Mengingat cepatnya perubahan dan dinamika dalam sektor publik, instrumen penilaian (tools) pelayanan publik IPP perlu disesuaikan sesuai dengan perkembangan zaman. Strategi kedepan, KemenPAN RB akan bekerjasama dengan Indonesian Association for Public Administration (IAPA) untuk memberi masukan mengenai tools pelayanan publik yang seharusnya. 

Terkait dengan sistem informasi, KemenPAN RB berusaha membuka portal pelayanan publik dengan menggandeng Kominfo serta membangun database yang terintegrasi dengan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N LAPOR).  Selanjutnya, rencana terkait penentuan indikator indeks, KemenPAN RB akan menggandeng Badan Pusat Statistik untuk memberi hasil yang lebih akurat dan memberikan gambaran kondisi pelayanan publik yang sebenarnya.

Dalam kesempatan ini, Bappenas memberikan masukan diantaranya agar IPP diharapkan dapat berkontribusi pada penyusunan standar pelayanan publik secara nasional. Pemanfaatan ajang SINOVIK untuk mencari inovasi terbaik, perlu ditindaklanjuti dengan penetapan kebijakan standar layanan yang secara berkala, yang merespon kebutuhan masyarakat. Pengembangan knowledge management di Kementerian PANRB, perlu dilaksanakan dengan mengedepankan mekanisme hands-on-learning secara daring dan luring, sehingga bermanfaat bagi pengembangan perbaikan pelayanan publik di  kementerian/lembaga/daerah.

 
Read more